Jika ada satu kata yang mampu menggambarkan novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, kata itu adalah “menggugah.” Sebagai karya yang berakar pada sejarah kelam Indonesia di era Orde Baru, novel ini tidak hanya menyampaikan cerita, tetapi juga menjadi medium untuk memahami, merasakan, dan merefleksikan tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di negeri ini.
Menghidupkan Luka Sejarah Melalui Narasi yang Tajam
Laut Bercerita berkisah tentang perjalanan Biru Laut, seorang mahasiswa sekaligus aktivis pro-demokrasi di Yogyakarta pada akhir 1990-an. Melalui sudut pandangnya, pembaca diajak menyelami gelombang perjuangan, persahabatan, pengkhianatan, hingga penderitaan yang dihadapi oleh para aktivis yang ditangkap, disiksa, dan, dalam banyak kasus, “dihilangkan” oleh rezim penguasa.
Leila S. Chudori menyajikan narasi yang begitu mendalam dan hidup, hingga pembaca seolah ikut terjebak dalam jeruji besi dan merasakan ketakutan yang mengendap di ruang-ruang gelap penyiksaan. Adegan-adegan yang digambarkan sangat visceral, tetapi tidak pernah terasa berlebihan. Justru, ia menjadi pengingat yang menyakitkan tentang apa yang dapat dilakukan kekuasaan tanpa batas terhadap individu yang mencoba melawan.
Namun, novel ini tidak hanya berbicara tentang horor penindasan. Ada lapisan-lapisan lain yang menghangatkan, seperti hubungan Laut dengan sahabat-sahabatnya di Wiji (grup diskusi aktivis mereka), keluarganya, hingga kekasihnya, Anjani. Kehangatan ini membuat penderitaan mereka terasa lebih nyata dan menambah bobot emosional pada cerita.
Dua Perspektif, Dua Dunia
Kekuatan lain dari Laut Bercerita adalah keberanian penulis untuk membagi novel ini ke dalam dua perspektif: pertama, dari sudut pandang Biru Laut sebagai korban, dan kedua, dari perspektif Asmara Jati, adik Laut, yang menjadi saksi dan pencari keadilan setelah Laut “dihilangkan.” Perpindahan perspektif ini tidak hanya memperkaya narasi tetapi juga memberikan dimensi emosional yang lebih luas.
Jika bagian pertama penuh dengan ketegangan dan perlawanan, bagian kedua lebih kontemplatif dan menyayat hati. Melalui Asmara, pembaca menyaksikan perjuangan keluarga korban untuk mencari keadilan yang seringkali terasa mustahil di tengah kesenyapan hukum. Asmara menjadi simbol keberanian untuk terus mengingat di tengah tuntutan masyarakat yang seringkali meminta keluarga korban untuk “melupakan dan melanjutkan hidup.”
Bahasa yang Puitis dan Mengalir
Leila S. Chudori memiliki keahlian luar biasa dalam mengolah kata. Bahasanya puitis, tetapi tetap kuat. Dialog-dialog terasa alami dan mampu menyampaikan nuansa emosi tanpa harus berbunga-bunga. Setiap deskripsi yang ditulis Leila seolah memiliki daya magis; ia mampu melukiskan rasa sakit, keindahan, hingga absurditas situasi dengan begitu detail dan nyata.
Judulnya, Laut Bercerita, bukan hanya sekadar permainan kata. Leila menggunakan metafora laut secara subtil tetapi signifikan. Laut adalah simbol kebebasan, harapan, tetapi juga tempat peristirahatan terakhir bagi mereka yang “dihilangkan.” Novel ini mengajarkan bahwa meskipun tubuh mereka tenggelam di dasar laut, kisah mereka tetap akan bergema, bercerita, dan menyeru pada dunia.
Sebuah Pengingat untuk Tidak Melupakan
Sebagai sebuah karya sastra, Laut Bercerita tidak hanya berhasil menciptakan cerita yang emosional dan memikat, tetapi juga mengemban misi yang sangat penting: menjadi pengingat bagi generasi muda akan sejarah kelam yang pernah melanda Indonesia. Leila dengan cerdik mengajak pembaca untuk tidak sekadar menjadi penonton, tetapi juga bagian dari upaya untuk memastikan tragedi serupa tidak terulang.
Novel ini juga relevan di tengah tantangan masa kini, ketika narasi sejarah seringkali dimanipulasi atau dilupakan. Laut Bercerita mengingatkan bahwa mengenang bukan berarti membuka luka lama, melainkan cara untuk memastikan bahwa luka itu tidak lagi terjadi.
Laut Bercerita bukan hanya sebuah novel, tetapi juga sebuah seruan untuk mengingat, merasakan, dan melawan lupa. Dengan alur yang tajam, karakter yang hidup, dan tema yang sarat makna, Leila S. Chudori telah menciptakan karya yang mampu menggugah hati dan pikiran pembacanya. Novel ini adalah bacaan wajib, terutama bagi mereka yang ingin memahami bagaimana sejarah dapat mencetak luka, tetapi juga melahirkan kekuatan.
Biru Laut dan kisahnya mengajarkan bahwa bahkan di tengah gelapnya tirani, ada keberanian untuk melawan dan harapan untuk terus memperjuangkan keadilan. Laut Bercerita bukan hanya tentang mereka yang hilang, tetapi juga tentang mereka yang tetap berdiri untuk memastikan cerita itu terus hidup.