Apa yang membuat seseorang tetap melangkah di tengah badai? Apa yang membuat manusia mampu tersenyum di tengah rasa lelah dan putus asa? Buku Finding Sisu karya Katja Pantzar mencoba menjawab pertanyaan itu dengan mengenalkan satu kata kunci dari budaya Finlandia: sisu.
Dalam buku ini, Katja, seorang jurnalis keturunan Finlandia yang dibesarkan di Kanada, mengajak pembaca menyelami filosofi hidup yang sangat khas dan sekaligus sederhana. Ia menuturkan kisah pribadinya ketika memutuskan pindah ke Helsinki dan perlahan menemukan kembali ketahanan mental, kesehatan tubuh, dan ketenangan batin yang hilang selama hidup di kota besar penuh tekanan.
Sisu bukan tentang keberanian yang meledak-ledak, bukan pula tentang ketangguhan heroik seperti dalam film aksi. Sisu adalah daya tahan yang tenang, kekuatan dalam diam, dan konsistensi dalam menjalani hal-hal kecil dengan kesadaran penuh. Ia adalah kemampuan untuk terus berbuat meski terasa berat, untuk memilih berjalan kaki saat bisa saja naik taksi, untuk berenang di air dingin walau tubuh ingin pulang ke selimut hangat.
Katja tidak hanya memaparkan konsep, tetapi menghidupkannya dalam cerita sehari-hari: bersepeda ke kantor meski hujan, berenang di danau beku, menata pola makan sehat ala Nordik, hingga menemukan makna kesendirian yang tidak sepi. Setiap bab terasa seperti undangan lembut untuk merenung—tentang bagaimana kita hidup, bekerja, dan memelihara tubuh serta pikiran kita.
Salah satu kekuatan buku ini adalah keterhubungannya dengan pembaca urban. Mereka yang merasa lelah dengan ritme hidup cepat, gempuran media sosial, dan tekanan pencapaian akan merasa buku ini seperti pelukan hangat. Katja menulis dengan jujur, tanpa pretensi, tapi penuh empati. Ia tidak menggurui, hanya berbagi. Dan dalam berbagi itu, pembaca merasa dikuatkan.
Lebih dari sekadar inspirasi gaya hidup sehat, Finding Sisu adalah ajakan untuk kembali pada hal-hal mendasar: bergerak, bernapas, makan alami, menyepi, dan mengenali batas diri. Semua itu dilakukan bukan untuk menjadi sempurna, tapi agar bisa bertahan, tumbuh, dan tetap waras.
Dalam konteks Indonesia—dengan segala tekanan sosial, ekonomi, dan budaya yang kita alami—konsep sisu terasa relevan. Kita memang tidak hidup di negeri empat musim, tapi kita mengenal badai kehidupan. Kita mungkin tidak punya sauna di rumah, tapi kita tahu bagaimana rasanya mencari ketenangan di tengah keramaian. Sisu bisa menjadi jembatan antara tubuh dan jiwa yang selama ini tercerai oleh rutinitas.
Dari sisi teknis, buku ini ditulis dalam gaya ringan, personal, dan mengalir. Tidak ada teori berat, tetapi sarat makna. Bagi pembaca yang mencari motivasi tanpa jargon motivator, Finding Sisu adalah pilihan yang bijak.
Sebagai penutup, buku ini mengingatkan kita bahwa kekuatan tidak selalu harus keras, keteguhan tidak harus riuh. Kadang, yang paling kokoh adalah yang paling tenang. Dan di sanalah, sisu hidup.